Rabu, 23 Mei 2012

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN TBC

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon. Penularan tuberculosis terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan ludah penderita terdapat basil TBC-nya, sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin kemana-mana. Kuman yang terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta berkembangbiak di paru-paru. Penyakit ini perlu diperhatikan dalam kehamilan, karena penyakit ini masih merupakan penyakit rakyat; sehingga sering kita jumpai dalam kehamilan. TBC paru ini dapat menimbulkan masalah pada wanita itu sendiri, bayinya dan masyarakat sekitarnya. Kehamilan tidak banyak memberikan pengaruh terhadap cepatnya perjalanan penyakit ini, banyak penderita tidak mengeluh sama sekali. Keluhan yang sering ditemukan adalah batuk-batuk yang lama, badan terasa lemah, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, kadang-kadang ada batuk darah, dan sakit sekitar dada. Tingginya angka penderita TBC di Indonesia dikarenakan banyak faktor, salah satunya adalah iklim dan lingkungan yang lembab serta tidak semua penderita mengerti benar tentang perjalanan penyakitnya yang akan mengakibatkan kesalahan dalam perawatan dirinya serta kurangnya informasi tentang proses penyakitnya dan pelaksanaan perawatan dirumah kuman ini menyerang pada tubuh manusia yang lemah dan para pekerja di lingkungan yang udaranya sudah tercemar asap, debu, atau gas buangan. Pada penderita yang dicurigai menderita TBC paru sebaiknya dilakukan pemeriksaan tuberkulosa tes kulit dengan PPD (purified protein derivate) 5u dan bila hasilnya positif diteruskan dengan pemeriksaan foto dada. Perlu diperhatikan dan dilindungi janin dari pengaruh sinar X. Pada penderita dengan TBC paru aktif perlu dilakukan pemeriksaan sputum, untuk membuat dianosis secara pasti sekaligus untuk tes kepekaan. Pengaruh TBC paru pada ibu yang sedang hamil bila diobati dengan baik tidak berbeda dengan wanita tidak hamil. Pada janin jarang dijumpai TBC kongenital, janin baru tertular penyakit setelah lahir, karena dirawat atau disusui oleh ibunya. LAPORAN PENDAHULUAN PADA IBU HAMIL DENGAN TBC I. Definisi Tuberkolusis adalah penyakit menular yang menyereng paru. (Dep.Les. RI, 2001 : 7) Tuberkolusis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi. (Kapita Selakta, 2001 : 472) Tubercolosis adalah penyakit infeksi yang ditularkan melalui udara pernafasan yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tubercolosis. (Infeksi Saluran Nafas, 1989 : 37) II. Etiologi Penyebab penyakit dari TBC adalah mycrobacterium tuberculosis dan mycobacterium bavis. III. Manifestasi Klinis 1. Demam 2. Batuk darah 3. Sesak nafas 4. Nyeri dada 5. Malaise IV. Patofisiologi Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga tempat yaitu saluran pernafasan, saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada kulit. Infeksi kuman ini sering terjadi melalui udara (airbone) yang cara penularannya dengan droplet yang mengandung kuman dari orang yang terinfeksi sebelumnya. Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan ludah ada basil TBC-nya, sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin kemana-mana. Kuman terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta berkembangbiak di paru-paru. Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang bisa muncul yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati getah bening atau pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari kelenjar getah bening dan menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat menyebabkan lesi pada organ tubuh yang lain. Basil tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil. Dengan adanya basil yang mencapai ruang alveolus, ini terjadi dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, maka hal ini bisa membangkitkan reaksi peradangan. Berkembangnya leukosit pada hari hari pertama ini di gantikan oleh makrofag. Pada alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut. Basil ini juga dapat menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional, sehingga makrofag yang mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih panjang dan yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit, proses tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari. Bila terjadi lesi primer paru yang biasanya disebut focus ghon dan bergabungnya serangan Kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami pencampuran ini juga dapat diketahui pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Beberapa respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian selain paru-paru ataupun basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan dan dapat meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijauan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak lepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Batuk darah (hemaptoe) adalah batuk darah yang terjadi karena penyumbatan trakea dan saluran nafas sehingga timbul sufokal yang sering fatal. Ini terjadi pada batuk darah masif yaitu 600-1000cc/24 jam. Batuk darah pada penderita TB paru disebabkan oleh terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kapitas. V. Komplikasi 1. Radang Pleura 2. Efusi Pleura 3. Bronkopneumonia 4. Menurunnya imunitas tubuh VI. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Radiologi Tuberkulosis paru mempunyai gambaran patologis, manifestasi dini berupa suatu koplek kelenjar getah bening parenkim dan lesi resi TB biasanya terdapat di apeks dan segmen posterior lobus atas paru-paru atau pada segmen superior lobus bawah (Soeparman. 1998). 2. Pemeriksaan laboratorium a. Darah Adanya kurang darah, ada sel-sel darah putih yang meningkatkan serta laju endap darah meningkat terjadi pada proses aktif (Alsogaff, 1995). b. Sputum Ditemukan adanya Basil Tahan Asam (BTA) pada sputum yang terdapat pada penderita tuberkulosis paru yang biasanya diambil pada pagi hari (Soeparman dkk, 1998. Barbara. T. Long, 1996) c. Test Tuberkulosis Test tuberkulosis memberikan bukti apakah orang yang dites telah mengalami infeksi atau belum. Tes menggunakan dua jenis bahan yang diberikan yaitu : Old tuberkulosis (OT) dan Purifled Protein Derivative (PPD) yang diberikan dengan sebuah jarum pendek (1/2 inci) no 24 – 26, dengan cara mecubit daerah lengan atas dalam 0,1 yang mempunyai kekuatan dosis 0,0001 mg/dosis atau 5 tuberkulosis unit (5 TU). Reaksi dianggap bermakna jika diameter 10 mm atau lebih reaksi antara 5 – 9 mm dianggap meragukan dan harus di ulang lagi. Hasil akan diketahui selama 48 – 72 jam tuberkulosis disuntikkan (Soeparman, 1998. Barbara. T. Long, 1996). VII. Penatalaksanaan Keperawatan 1. Berikan penjelasan dan pendidikan kepada pasien bahwa penyakitnya bersifat kronik sehingga diperlukan pengobatan yang lama dan teratur. 2. Anjarkan untuk menutup mulut dan hidungnya bula batuk, bersin, dan tertawa. 3. Ibu hamil dengan proses aktif hendanya jangan dicampurkan dengan wanita hamil. 4. Untuk diagniosis pasti dan pengobatan selalu bekerjasama dengan ahli paru. 5. Pendertia dengan proses aktif apalagi dengan batuk darah sebaiknya di rawat di RS, dalam kamar isolasi. Gunanya untuk mencegah penularan untuk menjamin makanan dan istirahat yang cukup, pengobatan intensif dan teratur. Medis 1. Iconiazid adalah obat terpilih karena paling aman untuk kehamilan. 2. Setelah 1-2 bulan pengobatan, lakukan pemeriksaan sputum ulang. 3. Bayi harus mendapat propilaktasis INH dan imunisasi BCG. ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN TBC A. Pengkajian Pengkajian adalah komponen kunci dan pondasi proses keperawatan, pengkajian terbagi dalam tiga tahap yaitu, pengumpulan data, analisa data dan diagnosa keperawatan (Lismidar, 1990). 1) Pengumpulan data Dalam pengumpulan data ada urutan-urutan kegiatan yang dilakukan yaitu : a. Identitas klien Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain (Hendrawan Nodesul, 1996) b. Riwayat penyakit sekarang Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengobatan. c. Riwayat penyakit dahulu Keadaan atau penyakit-penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif. • Riwayat penyakit keluarga Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya. • Riwayat psikososial Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain (Hendrawan Nodesul, 1996). • Pola fungsi kesehatan 1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak-desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek (Hendrawan Nodesul, 1996) 2) Pola nutrisi dan metabolik Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun (Marilyn. E. Doenges, 1999). 3) Pola eliminasi Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun defekasi 4) Pola aktivitas dan latihan Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas (Marilyn. E. Doegoes, 1999). 5) Pola tidur dan istirahat Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat (Marilyn. E. Doenges, 1999). 6) Pola hubungan dan peran Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit menular (Marilyn. E. Doenges, 1999). 7) Pola sensori dan kognitif Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran) tidak ada gangguan. 8) Pola persepsi dan konsep diri Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya (Marilyn. E. Doenges, 1999). 9) Pola reproduksi dan seksual Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena kelemahan dan nyeri dada. 10) Pola penanggulangan stress Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan (Hendrawan Nodesul, 1996). 11) Pola tata nilai dan kepercayaan Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah klien. 2) Pemeriksaan fisik Berdasarkan sistem-sistem tubuh : a. Sistem integumen Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun. b. Sistem pernapasan Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai : • Inspeksi : Adanya tanda-tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah (Purnawan Junadi dkk, 1982). • Palpasi : Fremitus suara meningkat (Alsogaff, 1995). • Perkusi: Suara ketok redup. (Soeparman, 1998). • Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang nyaring (Purnawan. J. dkk, 1982. Soeparman, 1998). c. Sistem pengindraan Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan. d. Sistem kordiovaskuler Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 yang mengeras (Soeparman, 1998). e. Sistem gastrointestinal Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun (Soeparman, 1998). f. Sistem muskuloskeletal Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari-hari yang kurang meyenangkan (Alsogaff, 1995) g. Sistem neurologis Kesadaran penderita yaitu komposmentis dengan GCS : 456 h. Sistem genetalia Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia B. Fokus Intervensi Setelah mengumpulkan data, mengelompokan dan menentukan diagnosa keperawatan, maka tahap selanjutnya adalah menyusun perencaan. Dalam tahap perencanaan ini dengan melihat diagnosa keperawatan diatas dapat disusun rencana keperawatan sebagai berikut : 1) Diagnosa keperawatan kesatu : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan secret kental atau secret darah. • Tujuan : jalan nafas efektif • Kriteria hasil : - Klien dapat mengeluarkan sekret tanpa bantuan - Klien dapat mempertahankan jalan nafas - Pernafasan klien normal (16 – 20 kali per menit) • Rencana tindakan : a) Kaji fungsi pernafasan seperti, bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kedalaman penggunaan otot aksesori Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis, ronki, mengi menunjukkan akumulasi sekret atau ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori pernafasan dan peningkatan kerja penafasan b) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif Pengeluaran sulit jika sekret sangat tebal sputum berdarah kental diakbatkan oleh kerusakan paru atau luka brongkial dan dapat memerlukan evaluasi lanjut c) Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi, bantu klien untuk batuk dan latihan untuk nafas dalam Posisi membatu memaksimalkan ekspansi paru dan men urunkan upaya pernapasan. Ventilasi maksimal meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan napas bebas untuk dilakukan d) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea Mencegah obstruksi/aspirasi penghisapan dapat diperlukan bila klien tak mampu mengeluaran sekret e) Pertahanan masukan cairan seditnya 2500 ml / hari, kecuali ada kontraindikasi Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengecerkan sekret membuatnya mudah dilakukan f) Lembabkan udara respirasi Mencegah pengeringan mambran mukosa, membantu pengenceran sekret g) Berikan obat-obatan sesuai indikasi : agen mukolitik, bronkodilator , dan kortikosteroid Menurunkan kekentalan dan perlengketan paru, meningkatkan ukuran kemen percabangan trakeobronkial berguna padu adanya keterlibatan luas dengan hipoksemia 2) Diagnosa keperawatan kedua : gungguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membrane alveolar-kalpiler secret kental. • Tujuan : Pertukaran gas berlangsung normal • Kreteria hasil : - Melaporkan tak adanya / penurunan dispnea - Klien menunjukan tidak ada gejala distres pernapasan - Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal • Rencana tindakan dan rasional a) Kaji dispnea, takipnea, menurunya bunyi napas, peningkatan upaya pernapasan terbatasnya ekspansi dinding dada TB paru menyebabkan efek luas dari bagian kecil bronko pneumonia sampai inflamasidifus luas. Efek pernapasan dapat dari ringan sampai dispnea berat sampai distress pernapasan b) Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sionosis perubahan warna kulit, termasuk membran mukosa Akumulasi sekret, pengaruh jalan napas dapat menganggu oksigenasi organ vital dan jarigan c) Tujukkan/dorong bernapas bibir selama ekshalasi Membuat tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps membantu menyebabkan udara melalui paru dan menghilangkan atau menurtunkan napas pendek d) Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai keperluan Menurunkan konsumsi oksigen selama periode menurunan pernapasan dapat menurunkan beratnya gejala e) Awasi segi GDA / nadi oksimetri Penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan atau saturasi atau peningkatan PaCO2 menunjukan kebutuhan untuk intervensi / perubahan program terapi f) Berikan oksigen tambahan yang sesuai Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi atau menurunya permukaan alveolar paru 3) Diagnosa keperawatan ketiga : hipetermi berhubungan dengan proses inflamasi. • Tujuan : Suhu tubuh normal (36 °C - 37°C) • Kriteria hasil : • Klien mengatakan badannya sudah tidak panas • Suhu tubuh pasien 36°C • Rencana tindakan dan rasional a) Observasi TTV b) Anjurkan klien untuk minum sedikit tapi sering c) Libatkan keluarga untuk menyediakan minuman kesukaan pasien d) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipiretik : paracetamol 4) Diagnosa keperawatan keempat : pola napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan kurangnya upaya batuk. • Tujuan : Pola nafas efektif • Kriteria hasil : • Klien mempertahankan pola pernafasan yang efektif • Frekwensi irama dan kedalaman pernafasan normal (RR 16-20 kali/menit) • Dispneu berkurang • Rencana tindakan dan rasional a) Kaji kualitas dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori pernapasan : catat setiap perubahan b) Mengetahui penurunan bunyi napas karena adanya secret Kaji kualitas sputum : warna, bau, knsistensi Mengetahui perubahan yang terjadi untuk memudahkan pengobatan selanjutnya c) Auskultasi bunyi napas setiap 4 jam Mengetahui sendiri mungkin perubahan pada bunyi napas d) Baringan klien untuk mengoptimalkan pernapasan : posisi semi fowler tinggi Membantu mengembangkan secara maksimal e) Bantu dan ajarkan klien berbalik posisi, batuk dan napas dalam setiap 2 jam sampai 4 jam Batuk dan napas dalam yang tetap dapat mendorong sekret keluar f) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat-obatan Mencegah kekeringan mukosa membran, mengurangi kekentalan sekret dan memperbesar ukuran lumen trakeobroncial 5) Diagnosa keperawatan kelima : Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang sehubungan dengan anoreksia, keletihan atau dispnea. • Tujuan : terjadi peningkatan nafsu makan, berat badan yang stabil dan bebas tanda malnutrisi • Kriteria hasil - Klien dapat mempertahankan status malnutrisi yang adekuat - Berat badan stabil dalam batas yang normal • Rencana tindakan dan rasional a) Mencatat status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, integritas mukosa oral, riwayat mual/muntah atau diare Berguna dalam mendefenisikan derajat/luasnya masalah dan pilihan indervensi yang tepat b) Pastikan pola diet biasa klien yang disukai atau tidak Membantu dalam mengidentifukasi kebutuhan/ kekuatan khusus. Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masakan diet c) Mengkaji masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik Berguna dalam mengukur keepektifan nutrisi dan dukungan cairan d) Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputun atau obat untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah e) Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu/ legaster f) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan komposisi diet Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet 6) Diagnosa keperawatan keenam : Resiko infeksi yang sehubungan dengan penurunan/ penekanan proses inflamasi. • Tujuan : klien mengalami penurunan potensi untuk menularkan penyakit seperti yang ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien untuk mengubah tes kulit positif. • Kriteria hasil : klien mengalami penurunan potensi menularkan penyakit yang ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien. • Rencana tindakan dan rasional a) Identifikasi orang lain yang berisiko. Contoh anggota rumah, sahabat Orang yang terpajan ini perlu program terapi obat intuk mencegah penyebaran infeksi b) Anjurkan klien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan hindari meludah serta tehnik mencuci tangan yang tepat Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi c) Kaji tindakan. Kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi pernafasan Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi klien dengan membuang stigma sosial sehubungan dengan penyakit menular d) Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengatifan berulang tuberkulasis Pengetahuan tentang faktor ini membantu klien untuk mengubah pola hidup dan menghindari insiden eksaserbasi e) Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat Periode singkat berakhir 2 sampai 3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas, sedang resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan f) Kolaborasi dan melaporkan ke tim dokter dan Depertemen Kesehatan lokal Membantu mengidentifikasi lembaga yang dapat dihubungi untuk menurunkan penyebaran infeksi PENUTUP A. Kesimpulan Tingginya angka penderita TBC di Indonesia dikarenakan banyak faktor, salah satunya adalah iklim dan lingkungan yang lembab serta tidak semua penderita mengerti benar tentang perjalanan penyakitnya yang akan mengakibatkan kesalahan dalam perawatan dirinya serta kurangnya informasi tentang proses penyakitnya dan pelaksanaan perawatan dirumah kuman ini menyerang pada tubuh manusia yang lemah dan para pekerja di lingkungan yang udaranya sudah tercemar asap, debu, atau gas buangan. Karena prevalensi TBC paru di Indonesia masih tinggi, dapat diambil asumsi bahwa frekuensinya pada wanita akan tinggi. Diperkirakan 1% wanita hamil menderita TB paru. Menurut Prawirohardjo dan Soemarno (1954), frekuensi wanita hamil yang menderita TB paru di Indonesia yaitu 1,6%. Dengan bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya, dapat diperkirakan penyakit ini juga mengalami peningkatan berbanding lurus dengan tingkat ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Pada umumnya, penyakit paru-paru tidak mempengaruhi kehamilan dan persalinan nifas, kecuali penyakitnya tidak terkonrol, berat, dan luas yang disertai sesak napas dan hipoksia. Walaupun kehamilan menyebabkan sedikit perubahan pada sistem pernapasan, karena uterus yang membesar dapat mendorong diafragma dan paru-paru ke atas serta sisa udara dalam paru-paru kurang, namun penyakit tersebut tidak selalu menjadi lebih parah. TBC paru merupakan salah satu penyakit yang memerlukan perhatian yang lebih terutama pada seorang wanita yang sedang hamil, karena penyakit ini dapat dijumpai dalam keadaan aktif dan keadaan tenang. Karena penyakit paru-paru yang dalam keadaan aktif akan menimbulkan masalah bagi ibu, bayi, dan orang-orang disekelilingnya. B. Penanganan 1. Dalam kehamilan : a. Ibu hamil dengan proses aktif, hendaknya jangan dicampurkan dengan wanita hamil lainnya pada pemeriksaan antenatal. b. Untuk diagnosis pasti dan pengobatan selalu bekerjasama dengan ahli paru-paru. c. Penderita dengan proses aktif, apalagi dengan batuk darah, sebaiknya di rawat di rumah sakit; dalam kamar isolasi. Gunanya untuk mencegah penularan, untuk menjamin istirahat dan makan yang cukup, serta pengobatan yang intensif dan teratur. d. Obat-obatan : INH, PAS, rifadin, dan streptomisin. e. TBC paru tidak merupakan indikasi untuk abortus buatan dan terminasi kehamilan. 2. Dalam persalinan : a. Bila proses tenang, persalinan akan berjalan seperti biasa dan tidak perlu tindakan apa-apa. b. Bila proses aktif, kala I dan II diusahakan seringan mungkin. Pada kala I, ibu hamil di beri obat-obatan penenang dan analgetika dosis rendah. Kala II diperpendek dengan ekstraksi vakum/forseps. c. Bila ada indikasi obstetrik untuk seksio caesaria, hal ini dilakukan bekerjasama dengan ahli anestesi untuk memperoleh anestesi mana yang terbaik. 3. Dalam masa nifas : a. Usahakan jangan terjadi perdarahan yang banyak; diberi uterus tonika dan koagulansia. b. Usahakan mencegah terjadinya infeksi tambahan dengan memberikan antibiotika yang cukup. c. Bila ada anemia sebaiknya diberikan transfusi darah, agar daya tahan ibu lebih kuat terhadap infeksi sekunder. d. Ibu dianjurkan supaya segera memakai kontrasepsi atau bila jumlah anak sudah cukup, segera dilakukan tubektomi. 4. Perawatan bayi Biasanya bayi akan ditulari ibunya setelah kelahiran, dan TBC bawaan (konenital) sangat jarang. a. Bila ibu dalam proses TBC aktif 1) Secepatnya, bayi diberikan BCG. 2) Bayi segera dipisahkan dari ibunya selama 6-8 minggu. 3) Bila uji Mantoux sudah positif pada bayi, barulah bayi dapat ditemukan lagi dengan ibunya. b. Menyusukan bayi, pada proses aktif, dilarang karena kontak langsung dari mulut ibu dan bayi. c. Dapat diberikan anti TBC profilaksis pada bayi yaitu INH 25 mg/kg berat badan/hari. • TBC paru dan alat reproduksi : 1) TBC paru dapat bersamaan dengan TBC alat genitalia. Wiknjosastro (1995) menemukan pada 15 wanita penderita TBC-genitalis; 40% sarang primernya terdapat di paru-paru. 2) TBC-genitalis dapat menyebabkan : a) Infertilitas (kemandulan) b) Bila terjadi kehamilan, hasil konsepsi sering berakhir dengan abortus, Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), dan partus prematurus. c) TBC-genitalis yang sudah tenang dan pulih, dapat kambuh lagi setelah abortus dan persalinan. DAFTAR PUSTAKA 1.Amin, M., 1999. “Ilmu Penyakit Paru”. Surabaya . Airlangga Univerciti Press 2.Carpenito, L.J., 1999. “Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan”. Ed.2Jakarta : EGC 3.(2000). “Diagnosa Keperawatan”. Ed. 8. Jakarta : EGC 4.Doengoes, (1999). “Perencanaan Asuhan Keperawatan”. Jakarta : EGC 5.Danusastro, Halim. 2000. “Buku Saku Ilmu Penyakit Paru”. Hipokrates : Jakarta. 6.Mochtar, Rustam. 1998. ”Sinopsis Obstetri : obstetri fisiologi, obstetri patologi”.EGC : Jakarta. 7.Mansjoer, Arif., et all. (1999). “Kapita Selekta Kedokteran”. Fakultas KedokteranUI : Media

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates